Radar Nusantara, Surabaya – Terdakwa Effendi Pudjihartono pemilik restoran Sangria by Pianoza, terjatuh kehilangan keseimbangan dan keluar dari ruang persidangan Kartika 2 pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menggunakan kursi roda.
Kejadian memprihatinkan itu terjadi pada saat Mejelis Hakim menunda persidangan dikarenakan saksi Notaris Ferry Gunawan tidak hadir dalam persidangan. Senin (24/2) siang.
Terjatuhnya terdakwa dari kursi pesakitan ketika mencoba berdiri, diduga akibat sakit yang dideritanya, karena beberapa waktu lalu terdakwa menjalani operasi batu ginjal, hingga saat ini masih mengalami kencing darah.
Berita Lainnya
Sakitnya terdakwa diketahui dalam persidangan pada saat tim penasehat hukum terdakwa dari kantor hukum Dibyo Aries Sandy mengajukan ke Majelis Hakim surat permohonan penangguhan penahanan sambil menyertakan surat sakit terdakwa.
Namun hingga saat ini surat permohonan penangguhan penahanan belum dikabulkan Majelis Hakim, dan itu menjadi pertanyaan terdakwa, ada apa?. Mengingat ini menyangkut hak asasi dirinya sebagai manusia dan asas praduga tidak bersalah,
Terkait ketidakhadiran Notaris Ferry Gunawan dipersidangan, JPU Siska Christina mengatakan Notaris tidak hadir disebabkan belum ada persetujuan dari Majelis Kehormatan Notaris (MKN) dan sidang akan digelar kembali pada Kamis (27/2) mendatang.
Perlu diketahui, dalam sidang sebelumnya, pada Kamis (20/2), tiga saksi dihadirkan, termasuk staf notaris, Kutsia dan Siti Sofiah, serta Direktur CV Kraton Resto, Fifie Pudjihartono.
Siti Sofiah menyatakan bahwa ia hanya mengetik draf perjanjian sesuai instruksi notaris, sementara Kutsia menandatangani perjanjian sebagai saksi.
Kedua saksi mengaku melihat surat kuasa yang memberikan wewenang kepada Effendi sebagai direktur, tetapi tidak membaca isinya.
Tim pembela terdakwa, Dibyo Aries Sandy, mempertanyakan apakah notaris telah membacakan dan menjelaskan isi perjanjian sebelum ditandatangani, dan para saksi membenarkan.
Hakim juga menanyakan tentang prosedur standar pencantuman surat kuasa dalam perjanjian, yang dijawab saksi bahwa biasanya surat kuasa dimasukkan ke dalam perjanjian.
Selain itu, kedua saksi juga menyampaikan bahwa Minuta dari Notaris ferry setiap bulan selalu dilaporkan pada MKN sebagai bentuk pertanggung jawaban Notaris.
Fifie Pudjihartono, dalam kesaksiannya, mengakui telah memberikan surat kuasa kepada Effendi untuk bertindak sebagai direktur.
Ia menjelaskan bahwa tugasnya adalah mengurus operasional internal, sementara Effendi bertanggung jawab atas urusan eksternal.
Fifie mengetahui perjanjian antara CV Kraton dan Ellen Sulistyo, dan menegaskan bahwa surat kuasa telah dibuat sebelum perjanjian tersebut.
Jaksa Siska menanyakan tentang perjanjian pengelolaan tanggal 27 Juli 2022, di mana Fifie menjelaskan bahwa Ellen memiliki kewajiban pembayaran bulanan sebesar Rp 60 juta, terlepas dari omzet restoran.
Fifie juga mengetahui pembayaran Rp 330 juta yang dilakukan Ellen, adalah sebagian dari kewajiban tersebut, bukan keuntungan. Keuntungan belum pernah diberikan.
Fifie juga mengatakan dari pengelolaan beberapa bulan, Ellen semestinya membayar kewajiban sebesar Rp 600 juta lebih, namun hanya dibayarkan Rp 330 juta.
Fifie juga menegaskan bahwa perjanjian tersebut adalah pengelolaan restoran, bukan pengalihan restoran, dimana Hal ini juga diakui oleh saksi Ellen, Shierly dan Dwi yang sudah memberikan kesaksian bahwa Ellen Sulistyo hanya lah pengelola, boss nya adalah Effendi.
Tim pembela terdakwa menanyakan tentang audit keuangan yang dijawab Fifie bahwa Ellen tidak pernah memberikan laporan audit, meskipun diminta. Fifie juga menyatakan bahwa perjanjian tersebut diinisiasi oleh Ellen.
Hakim menanyakan tentang surat perjanjian di mana Effendi mengaku sebagai direktur, dan Fifie menjelaskan bahwa Effendi bertindak berdasarkan surat kuasa yang diberikan. Fifie juga menegaskan bahwa segala keputusan operasional diambil melalui musyawarah.
Effendi, dalam kesempatan tersebut, kembali memohon penangguhan penahanan dengan alasan kesehatan dan dampak penahanannya terhadap ratusan karyawan.
Ia merasa dikriminalisasi karena didakwa melanggar pasal 266 ayat (1) KUHP dan atau pasal 378 KUHP, dengan tuduhan memberikan keterangan palsu dalam akta otentik dan atau penipuan yang merugikan Ellen sebesar Rp. 998.244.418.
Sebelum sidang pidana ini berjalan, kasus ini juga melibatkan sengketa perdata terkait wanprestasi dengan tergugat 1 Ellen Sulistyo, dan polemik kerjasama pemanfaatan aset dengan Kodam V/Brawijaya.
Terdakwa Effendi yang membangun restoran The Pianoza (Sangria by Pianoza) dengan biaya lebih dari Rp 10 miliar, merasa dirugikan karena restoran tersebut disegel oleh Kodam akibat sengketa pembayaran PNBP dan hibah bangunan.
Ellen Sulistyo yang mengelola restoran setelah perjanjian kerjasama pada 27 Juli 2022, melaporkan Effendi ke polisi karena merasa dirugikan restoran ditutup oleh Kodam V/Brawijaya.
Effendi merasa dikriminalisasi karena ia tidak menerima uang saat tandatangan perjanjian dengan Ellen Sulistyo, sedangkan Ellen Sulistyo sudah menguasai aset tersebut sejak penandatanganan perjanjian.
Effendi juga menyoroti omzet restoran sebesar Rp 3 miliar yang masuk ke rekening pribadi Ellen, namun tidak pernah ada laporan keuangan sebagai pertanggung jawaban Ellen Sulistyo. @redho