Radar Nusantara, Bandung – Aku masih ingat ruangan tua di sebuah ruko di kawasan Velbak itu. Dinding kusamnya berwarna krem dengan penyekat ruangan yang bisa dilipat.
Pagi itu, ruangan berisi wajah-wajah penuh semangat. Wartawan muda dari berbagai penjuru Indonesia berkumpul, membawa rasa ingin tahu dan tekad yang berkilauan di mata mereka.
Di tengah kerumunan, aku berdiri, seorang wartawan tua yang telah mengarungi pasang-surut profesi ini selama puluhan tahun. Hari itu, aku diminta manajemen untuk berbagi harapan. Sebuah optimisme tentang jurnalisme 2025—masa depan yang lebih cerah untuk kita semua.
Berita Lainnya
Kesejahteraan yang Lebih Baik untuk Para Pejuang Kata
“Adik-adik sekalian,” aku membuka percakapan, “kita telah lama mendengar cerita pilu tentang gaji rendah dan minimnya perlindungan bagi wartawan. Namun, dengar ini: 2025 akan membawa perubahan besar. Pemerintah dan organisasi media kini semakin sadar bahwa wartawan bukan sekadar pekerja, tapi penjaga kebenaran. Gaji kalian akan lebih layak, fasilitas lebih memadai, dan keamanan saat meliput akan menjadi prioritas utama.”
Aku melihat mereka tersenyum, membayangkan profesi ini tak lagi jadi pilihan terakhir karena alasan ekonomi. “Dan lebih dari itu,” aku melanjutkan, “kesehatan mental kalian juga akan diperhatikan. Pelatihan, konseling, dan dukungan moral akan memastikan kalian tetap kuat, bahkan saat dunia terasa gelap.”
Teknologi: Tantangan atau Sekutu?
Aku menunjuk ke arah layar di sudut ruangan, menampilkan artikel yang ditulis AI. “Kalian mungkin takut bahwa robot akan menggantikan kita. Tapi tenanglah. AI bukan ancaman, melainkan alat. Biarkan AI menangani pekerjaan rutin, seperti merangkum data atau menyusun kronologi. Lalu, kalian? Fokuslah pada kisah-kisah manusia, investigasi yang ciamik, dan pelaporan yang membutuhkan empati serta kecerdasan emosional. Itulah yang tak bisa dilakukan oleh mesin.”
Dilema Aktivisme dan Jurnalisme
Aku mengingatkan mereka tentang isu yang sering membingungkan. “Ada yang bilang, ‘jurnalis harus netral.’ Tapi kita juga manusia, bukan? Di era ini, batas antara jurnalisme dan aktivisme semakin kabur. Jangan takut untuk berpihak pada kebenaran, tetapi tetaplah berpegang pada etika. Keberpihakan kalian adalah pada fakta, bukan opini. Itu adalah kompas moral yang tak boleh tergoyahkan.”
Bersama Kita Lebih Kuat
“Jurnalisme adalah pekerjaan kesepian,” aku melanjutkan, “tapi itu dulu. Sekarang, jaringan dukungan lokal dan regional semakin kuat. Organisasi pers, komunitas jurnalis, bahkan kolaborasi lintas negara akan menjadi tameng kalian. Tak ada lagi yang berjuang sendirian. Kita bergerak bersama, melindungi kebebasan pers dan saling menjaga.”
Model Bisnis Baru: Masa Depan Media
Kuangkat kertas kosong, simbol dari tantangan finansial media saat ini. “Model iklan tradisional mungkin hampir mati, tapi media takkan mati. Kita akan menemukan cara baru: langganan premium, crowdfunding, bahkan kemitraan kreatif dengan sektor lain. Jangan takut mencoba hal baru. Kreativitas kalian adalah modal yang tak ternilai.”
Jurnalisme Berkualitas, Bukan Klik Murahan
“Orang bosan dengan berita sensasional,” kataku dengan tegas. “Publik butuh jurnalisme yang relevan, bermanfaat, dan penuh solusi. Tanyakan pada diri kalian, ‘Apa yang bisa kuberikan kepada masyarakat?’ Di sanalah kekuatan kita. Bukan sekadar melaporkan, tetapi menjadi agen perubahan.”
Kolaborasi dengan Kreator Digital
Kutatap wajah-wajah muda di hadapanku. “Kalian hidup di era digital. Kreator konten seperti kalian adalah mitra, bukan pesaing. Kolaborasi dengan mereka akan membuka pintu baru untuk jurnalisme. Bersama, kita bisa menjangkau lebih banyak audiens, terutama generasi muda. Media sosial bukan musuh, melainkan panggung baru.”
Harapan yang Menyala
Aku mengakhiri sesi berbagi pagi itu dengan keyakinan. “Dunia jurnalisme 2025 penuh tantangan, tapi juga peluang besar. Ingatlah ini: kalian adalah penulis sejarah. Kalian adalah suara masyarakat. Dan yang paling penting, kalian adalah penjaga kebenaran. Jangan pernah biarkan api semangat itu padam.”
Ruang itu penuh tepuk tangan. Wartawan-wartawan muda itu tersenyum, membawa harapan di hati mereka.
“Adik-adik sekalian, jurnalisme bukan sekadar profesi; ini adalah misi. Dan bersama-sama, kita akan menjadikan 2025 tahun kebangkitan bagi para penjaga kebenaran…”
Tiba aku terbangun dari tidur yang tak nyenyak di sepertiga malam. Aku bangkit dari tempat tidur dan mencari segelas air dingin di kulkas. (*)
Secercah sinar harapan bagi para pegiat pewarta muda.
tetap semangat
purnabakti selalu baik hati .
dipundakmu sejarah ini membumi .
@ bamsud_ mid_ Jan _25