Keyakinan ES saat itu, kepada R.E, yang seorang mantan jaksa yang mendapatkan kuasa dari ahli waris keturunan Bangin bin Moetakin, yang bernasab dari jalur Antjiah, istri Baron Baud yang asal Indonesia, apalagi R.E cs memegang bukti hak alas tanah berupa Eigendom Verponding Nomor 3 AAN W.A. Baron Baud, selain itu sosok yang meyakinkan adalah WU dan DW, notaris yang merangkap sebagai tim, proporsi anggota ini lah yang membuat ES kian hanyut dalam kelompok ini.
“Saat itu, saya seperti maju kena mundur kena, begitu kondisinya,” tutur ES, menceritakan saat-saat R.E cs mangkir dari kesepakatan, sebagaimana klausul dalam perjanjian nomor 39 yang diteken di hadapan notaris DW pada 24 September 2013.
ES, saat itu tidak mungkin mundur, karena ia kadung mengirimkan uang senilai Rp20 miliar yang disimpan dalam rekening bersama DW, WN dan R.E, untuk pengurusan lahan ahli waris WA Baron Baud yang terkena proyek pembangunan Tol Cisumdawu di Jatinangor, Sumedang. Saat itu, jika mengacu pada perjanjian, ES seharusnya mendapatkan keuntungan dari Rp20 miliar yang ia berikan, selambatnya pada 1 Januari 2014.
Berita Lainnya
“Pada akhirnya tidak ada yang terealisasi sebagaimana perjanjian nomor 39, apalagi di lokasi nyatanya banyak lahan yang sudah bersertifikat, jadi saya merasa tertipu karena tidak disampaikan di awal, masalah pun semakin keruh ketika penetapan ahli waris keturunan Bangin bin Moetakin juga dipersoalkan pihak yang juga mengklaim sebagai ahli waris WA Baron Baud,” ungkap ES.
BACA JUGA : Kabid Humas Polda Jabar : Kasi Dokkes Polres Berikan Layanan Kesehatan Kepada Petugas PAM KPU dan Bawaslu
Saat itu, gugatan demi gugatan terhadap ahli waris Bangin bin Moetakin pun harus ikut dilalui ES, bahkan dalam perjalanannya RR cs, salah satu ahli waris Bangin bin Moetakin, meminta tambahan uang lagi sebanyak Rp5,5 miliar kepada ES, permintaan ini dengan dalih untuk keperluan pencairan pembebasan tol di Kementerian PUPR, saat itu ES memberikan uang ini secara bertahap, dari tahun 2014 hingga 2016, namun sekali lagi janji ini mangkir, sehingga pada tahun 2017, ES melakukan gugatan namun kalah, sementara tidak ada pertanggungjawaban dari pihak RR, R.E, DW dan WU terhadap penggunaan uang ES. Puncaknya, pada tahun 2021, ES melaporkan dugaan penipuan dan penggelapan yang dialami nya ini ke Polda Jawa Barat, yang kasusnya bergulir hingga saat ini.
“Ketika dikonfrontir semuanya di Polda Jabar, baru ada pengakuan, uang yang saya berikan, alih-alih untuk urusan pekerjaan, malah ada yang dipakai untuk membeli mobil, motor, perbaikan rumah dan lain sebagainya. Ini kan jelas penipuan dan penggelapan namanya. Jadi laporan uang itu keluar memang saya tahu, tapi penggunaan yang sebenarnya kan saya tidak tahu. Saya sudah terlalu sabar dengan mereka (R.E. cs),” kata ES.
Kini, ES berharap kepada penyidik Polda Jabar untuk secepatnya menyelesaikan kasus dugaan penipuan dan penggelapan yang dilakukan R.E. Cs kepada dirinya.