” Akibatnya Mbah Komar dan pasukannya ditarik kembali ke Yogya dan sesampainya di markasnya langsung dipecat secara massal” ujar lelaki yang masih termasuk cucu dari Komaruddin tersebut.
Namun, dalam bukunya itu, Daud Sinjal pun menuliskan ternyata setelah diselidiki tuduhan itu sama sekali tidak benar. Nama Kapten Komaruddin kemudian direhabilitasi.Namun sepertinya upaya rehabilitasi tak otomatis membuat karir ketentaraannya menanjak. Dikisahkan beberapa saat setelah ia mendapat rehabilitasi, secara resmi Komaruddin mundur dari ketentaraan.
Usai tidak aktif di ketentaraan, pada 1960-an, Komaruddin memilih dunia jalanan sebagai jalur hidupnya. Di Kotagede, namanya terkenal sekaligus disegani sebagai “preman berhati baik”Tempat tongkrongan favoritnya di samping pabrik susu SGM,” ujar Priyanto, yang di saat muda sempat mengaku kerap ngobrol dengan mantan petarung yang dalam kesehariannya doyan memakai topi koboy itu.
Sekitar tahun 1969,Komaruddin secara misterius tiba-tiba menghilang dari Kotagede. Soetojo alias Boyo (buaya), teman seperjuangannya waktu melawan Belanda, lantas mencarinya hingga ke Jakarta sekitar setahun kemudian. Di ibu kota itulah, Boyo menemukan Komaruddin di wilayah Cempaka Putih. Ia tinggal di sebuah gubuk kecil yang terletak di tengah-tengah rawa (tanah milik Kodam V Jaya?) dan menghidupi kesehariannya dengan bekerja sebagai seorang preman yang ditakuti di wilayah Pasar Senen.
Sejarawan Yogyakarta, Ki Herman Janutama menduga keberadaan Komaruddin di Jakarta atas sepengetahuan Presiden Soeharto, yang merupakan mantan komandannya di Yogyakarta. “Buktinya, saat tinggal di rawa yang terletak di Cempaka Putih itu, tiap bulan secara rutin ia kerap mendapatkan jatah beras bagian untuk tentara…” ujar lelaki yang kenal baik dengan sebagian keluarga Komaruddin itu.
BACA JUGA : Fakta dan Sejarah Sepak Bola
Karena dibujuk terus oleh sahabatnya (Toyo Boyo), pada sekitar 1972, Komaruddin akhirnya kembali ke Kotagede. Tak lama sampai di kota tersebut, ia kemudian jatuh sakit hingga mengalami koma. Komar kemudian dirawat di Pusat Kesehatan Umat (PKU) milik Muhammadiyyah. Dokter Barid adalah nama salah seorang yang menanganinya.
” Waktu kami rame-rame menengok Mbah Komar,Dokter Barid mengeluhkan ia tak bisa menyuntik Mbah Komar karena kulitnya atos (keras) sekali,” kenang Priyanto sambil terkekeh.
Tahun 1973, Komaruddin akhirnya menghembuskan nafasnya yang terakhir di PKU Kotagede. Jasadnya kemudian dikebumikan secara militer di Taman Kesuma Negara Semaki Yogyakarta.
••••••
Eksplorasi konten lain dari Radar Nusantara
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
Satu Komentar