Radar Nusantara, Surabaya – Sidang atas laporan Ellen Sulistyo (pengelola restoran Sangria by Pianoza) dengan Effendi Pudjihartono (pemilik restoran Sangria by Pianoza) di gelar kembali di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Selasa (12/2) siang.
Dalam sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darwis dan Siska Christina pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya menghadirkan dua saksi terdiri dari mayor Agus Budi dari Kodam V/Brawijaya dan Murti dari KPKNL Surabaya.
Agus mengakui pada tahun 2017 ada dua perjanjian dalam sewa Barang Milik Negara (BMN) antara Kodam V/Brawijaya dengan terdakwa.
Berita Lainnya
Perjanjian pertama adalah MOU perjanjian 30 tahun dengan 6 periode masing-masing 5 tahun dan kedua SPK berisi perjanjian per periode.
Periodesasi pertama tahun 2017 hingga 2022, menginjak periodesasi kedua, pihak terdakwa tidak bisa memenuhi dua persyaratan perpanjangan.
Syarat pertama belum membayar PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) dan hibah bangunan dari awal 325 m² menjadi 625 m².
Karena tidak membayar PNBP dan tidak ada kesepakatan terkait hibah, akhirnya tahun 2023, bangunan yang dibuat sebagai restoran bernama Sangria by Pianoza di Jl. Dr. Sutomo 130 Surabaya di segel oleh Kodam dan hingga saat ini dikuasai oleh Kodam.
Padahal, sesuai SPK, setidaknya harus ada 3 peringatan tertulis, namun hal ini diakui oleh Agus tidak dilakukan.
Agus juga menyampaikan dirinya ditahun 2017 hanyalah sebagai salah satu anggota tim pembuat draft perjanjian, tidak mengetahui adanya perubahan perjanjian saat ditandangani dari sewa menjadi bagi hasil.
Agus juga menyatakan pihak Kodam tidak mengetahui akan perjanjian pengelolaan antara terdakwa dengan pihak lain (red:Ellen Sulistyo), sehingga hal itu dianggap melanggar dari perjanjian.
Padahal sesuai pasal 10.1 SPK/05/XI/2017 yang dilarang adalah mengalihkan “lahan” sesuai pengakuan Ellen dan Shierly (saksi) yang dalam sidang sebelumnya mengakui bahwa Ellen Sulistyo hanya pengelola restoran, boss (pemilik) nya Effendi Pudjihartono. Artinya tidak ada pengalihan lahan.
Dari pihak terdakwa, salah satu penasehat hukumnya menyatakan bahwa tidak dibayarkan PNBP dikarenakan tidak mengetahui berapa jumlah PNBP yang harus dibayarkan, karena hal ini tidak disampaikan oleh Kodam.
Padahal menurutnya, KPKNL sudah menjawab surat dari Kodam terkait penilaian sewa yang diajukan CV Kraton ke Kodam pada tanggal 28 April 2023, namun nilai tersebut tidak disampaikan ke terdakwa.
Sehingga atas itikad baik, terdakwa menyerahkan emas senilai Rp 625 juta untuk jaminan pembayaran PNBP pada tanggal 11 Mei 2023.
Namun, bangunan itu tetap ditutup pada tanggal 12 Mei 2023. Satu hari setelah Kodam menerima jaminan tersebut. Ini adalah merupakan “kejanggalan” dalam kasus ini.
Tekait jaminan emas itu, Agus mengatakan emas hanya sebagai jaminan dengan perjanjian besok harus dibayar oleh terdakwa selaku penyewa, namun tidak dibayarkan hingga ditutup.
Hal ini pun juga menjadi pertanyaan, karena menurut informasi penyegelan dilakukan pada pukul 10.00 WIB, tanggal 12 Mei 2023. Hanya 16 jam sejak jaminan diterima.
Padahal, sesuai surat persetujuan KPKNL tanggal 28 April 2023, diberikan kesempatan sampai tanggal 28 Juli 2023 untuk menyetorkan PNBP pada kas Negara.
Selain itu, terkuak juga Terdakwa juga mengatakan saat itu pihak Kodam meminta PNBP dibayar Rp 450 juta pertahun, sehingga terdakwa terkejut tidak sesuai dengan nilai dari KPKNL Surabaya.
Terkait hibah, pihak terdakwa merasa keberatan karena yang membangun bangunan itu adalah pihaknya.
Terdakwa mengatakan bersedia menghibahkan bila ada jaminan dari Kodam bahwa CV. Kraton Resto bisa menggunakan sampai dengan tahun 2047 sesuai MOU/05/XI/2017.
Ditemukan juga fakta bahwa perjanjian pengelolaan, antara terdakwa dengan Ellen Sulistyo terlebih dulu dilakukan sebelum di segel oleh Kodam dan hal itu dibenarkan oleh Agus.
Pada kesaksian Murti dari KPKNL Surabaya, mengatakan by data (karena dia belum berdinas pada saat Kodam mengajukan nilai sewa kepada CV Kraton Resto), mengatakan surat persetujuan untuk disewa CV Kraton telah dikirim ke pihak Kodam.
Sesuai aturan batas waktu menyelesaikan persyaratan antara lain pembayaran PNBP harus dilakukan paling lama 3 bulan, jika tidak dilakukan persetujuan itu akan batal secara otomatis.
Lebih lanjut Murti menegaskan bahwa persetujuan dari KPKNL sudah dikeluarkan, tinggal dilakukan penyetoran PNBP pada kas Negara, sedangkan kesalahan penulisan luas bangunan adalah administratif yang bisa diperbaiki dalam SIMAK.
Terkait persetujuan tanggal 28 April 2023 tersebut, menurut Murti, KPKNL telah melayangkan surat pengawasan tertanggal 12 Juli 2023, untuk menanyakan tindak lanjut persetujuan itu pada Kodam, namun tidak direspon.
Diakhir sidang terdakwa Effendi Pudjihartono mengatakan demi Keadilan Berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa, dirinya mohon penahannya ditangguhan oleh Majelis Hakim.
Ada dua alasan utama mengapa terdakwa minta ditanguhkan penahannya, yaitu dirinya sedang sakit karena pada saat di tahan Polrestabes Surabaya dirinya baru operasi batu ginjal, sehingga saat kencing mengeluarkan darah. Dan saat ini ditahan di Rutan Medaeng, terdakwa juga masih sering mengalami kencing darah.
Untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah, dengan ditahan akan kesulitan mengumpulkan bukti-bukti atas peristiwa ini untuk diserahkan kepada penasehat hukumnya.
Atas permohonan itu, Majelis hakim akan memikirkan hal itu sambil berjalannya persidangan.
Ada hal menarik dalam kasus ini, yang terkuak dalam persidangan dengan dihadirkan kedua saksi ini
Terkuak bahwa perjanjian yang dilakukan terdakwa dengan Ellen Sulistyo sebelum adanya penyegelan dari pihak Kodam V/Brawijaya, dan saat itu pihak terdakwa telah mengajukan perpanjangan periodesasi kedua, namun tidak tercapai kesepakatan sehingga bangunan disegel oleh pihak Kodam.
Dan dari informasi pihak terdakwa, emas yang dijaminkan senilai kisaran Rp 625 juta hingga saat ini belum dikembalikan, sehingga jadi pertanyaan, siapa yang kini kuasai emas tersebut?.
Perlu diketahui, kasus ini bermula adanya perjanjian pengelolaan restoran bernama Sangria by Pianoza (pada saat berdiri bernama Pianoza), antara Effendi Pudjihartono dengan Ellen Sulistyo yang terkenal sebagai Ratu Kuliner yang mengelola beberapa restoran di Surabaya.
Pada saat perjanjian pengelolaan pada 27 Juli 2022, restoran tersebut masih beroperasional, bukan restoran nonoperasional.
Perjanjian tersebut dibuat dihadapan notaris Ferry Gunawan, dengan salah satu poin pembagian profit minimal Rp 60 juta perbulan diberikan ke Effendi, karena investasi atas pembangunan gedung mencapai Rp 10 miliar lebih.
Namun, terkuak dalam masa pengelolaan, omset restoran tidak masuk ke rekening CV Kraton Resto, namun masuk di rekening Bank Mandiri milik Ellen Sulistyo pribadi.
Menurut pihak Effendi, omset selama Ellen Sulistyo mengelola restoran Sangria by Pianoza kurang lebih sebesar Rp 3 miliar,
Semua hal itu terkuak dalam gugatan perdata wanprestasi tahun kemarin yang digelar di PN Surabaya dengan penggugat Direktur CV Kraton, Tergugat I adalah Ellen Sulistyo, Tergugat II adalah Effendi Pudjihartono, Turut Tergugat I dan II, masing masing adalah KPKNL Surabaya dan Kodam V/Brawijaya.
Dimasa jalannya persidangan gugatan wanprestasi, pihak Ellen Sulistyo melaporkan Effendi ke Polrestabes Surabaya atas dugaan pemberikan keterangan palsu dalam akte otentik sesuai pasal 266 ayat (1) KUHP, atau penipuan sesuai pasal 378 KUHP, sehingga Ellen Sulistyo dirugikan atas kerjasama itu sebesar Rp 998.244.418,11-.
Uang itu terdiri dari uang ditransfer kepada terdakwa Rp 330.000.000,- biaya renovasi Rp 353.373.000,- dan biaya pembukaan Sangria by Pianoza Rp 314.870.518.
Dalam kasus ini, terdakwa beberapa waktu mengatakan bahwa dirinya tidak bersalah dan telah dikriminalisasi, hal itu terlihat dari proses dirinya ditahan dan dijadikan terdakwa.
Proses singkatnya dari penuturan terdakwa bahwa omset pengelolaan restoran dipegang Ellen Sulistyo sekira Rp 3 miliar, pembayaran PNPB adalah kewajiban pengelola (Ellen Sulistyo) yang diambil dari hasil usaha, namun ini tidak dibayarkan, sehingga terdakwa menjaminkan emas ke Kodam, namun bangunan itu tetap di segel oleh Kodam.
Dan ketika persidangan wanprestasi masih berjalan (belum incracht), terdakwa dilaporkan, ditahan di Polrestabes Surabaya hingga menjadi terdakwa dan ditahan di Rutan Kelas 1A Surabaya (Rutan Medaeng) dan masih menjalani persidangan hingga saat ini atas laporan Ellen Sulistyo.
“Mulai membangun restoran dan pembelian peralatan restoran menghabiskan uang Rp 10 miliar lebih, minta diserahkan ke Kodam, hingga omset restoran dipegang dia (red: Ellen Sulistyo), malah saya dilaporkan Ellen dan ditahan. Apa namanya ini jika bukan dikriminalisasi,” ujar Effendi, Rabu (12/2).
Lebih lanjut Effendi menyampaikan, dari perjanjian pengelolaan (perdata), dijadikan Pidana penipuan 378. Itu harus ada “Mensrea” atau itikad buruk.
“Saya tidak menerima sepeserpun uang dari Ellen Sulistyo ketika menanda tangani perjanjian no 12 tanggal 27 Juli 2022. Sedangkan Ellen Sulistyo sudah menerima asset saya sebesar Rp 10.6 miliar, sejak 27 Juli 2022. Jadi siapa yang sebenarnya dirugikan disini ?,” ujar Effendi. @redho