Radar Nusantara, Pacitan – RUU KUHAP menjadi perbincangan berbuah manis dengan menggunakan azas domini litis kewenangan secara penuh diberikan kepada jaksa sebagai pengendali perkara ialah ketimpangan yang dianggap akan berbahaya dalam sistem peradilan pidana.
Azas domini litis ini akan bisa dianggap membuka peluang penyalahgunaan kekuasaan serta mempersempit ruang kontrol dan akuntabilitas yang harusnya menjadi prinsip paling utama dan negara hukum
Sebagai organisasi kepemudaan yang memiliki akar perjuangan dalam penegakan keadilan dan supremasi hukum, Pemuda Muslimin Indonesia memiliki tanggung jawab moral untuk menyikapi perubahan yang berpotensi mempengaruhi tatanan hukum di negeri ini.
Berita Lainnya
Oleh karena itu, Pemuda Muslimin Indonesia (PMI) Pacitan menganalisis dampak revisi RUU Kejaksaan terhadap Kepolisian, serta bagaimana sikap yang seharusnya diambil oleh Pemuda Muslimin Indonesia dalam merespons isu ini.
AKHA selaku ketua umum PC Pemuda Muslimin Indonesia kabupaten Pacitan “Menolak seluruh azas domini litis dan segala upaya legislasi, termasuk RUU KUHAP yang memberikan hak penuh kewenangan tanpa batas terhadap jaksa serta berdampak tumpang tindih dalam pengambilan proses penyidikan kepada institusi tertentu”.
Dominasi kejaksaan dan reduksi pada kepolisian
- Pengawasan dan pengendalian terhadap penyelidikan dan penyidikan polisi
- Kewengan jaksa untuk penyidikan dan penyelidikan pidana tertentu
- Pengambilalihan kasus yang sedang ditangani polisi
Dampak bagi Kepolisian dan Sistem Hukum
Jika revisi ini disahkan, dampaknya bagi Kepolisian akan cukup besar, antara lain:
- Berkurangnya Otonomi Kepolisian
Kepolisian akan kehilangan kendali penuh dalam menangani kasus, karena setiap tindakan penyelidikan dan penyidikan harus berada di bawah pengawasan Kejaksaan.
Peran polisi dalam menegakkan hukum akan semakin terbatas dan bisa menjadi sekadar eksekutor teknis, tanpa memiliki kewenangan strategis.
- Munculnya Tumpang Tindih dan Konflik Kelembagaan
Dengan kewenangan baru Kejaksaan, ada potensi konflik antara dua institusi penegak hukum ini.
Kejaksaan dan Kepolisian bisa saling berebut kewenangan dalam menangani kasus-kasus besar, yang berpotensi mengganggu efektivitas penegakan hukum.
- Risiko Politisasi Hukum
Kejaksaan adalah lembaga yang lebih dekat dengan eksekutif dibandingkan Kepolisian. Dengan kewenangan yang lebih besar, ada potensi Kejaksaan digunakan sebagai alat politik dalam menangani atau menutup kasus tertentu.
- Menurunnya Efisiensi Penegakan Hukum
Dengan birokrasi yang lebih panjang dan adanya dualisme kewenangan, proses penyelidikan dan penyidikan bisa menjadi lebih lambat.
Hal ini justru bisa menghambat keadilan bagi masyarakat yang menuntut penyelesaian kasus secara cepat dan transparan.
Keadilan serta berkeadilan dalam hukum perlu di pertegas jangan sampai menjadi pelemahan dalam institusi yang secara akurat, proses ini akan menimbulkan dampak yang sangat besar dalam menentukan kelanjutan dalam perkara serta tumpang tindih kewenangan dan akan membuka ruang intervensi politik kedepannya.
Berimbang serta keseimbangan antara lembaga penegak hukum harus tetap kita jaga kedapan jangan sampai adanya penyalagunahan kewenangan dalam penuntutan di sistem hukum di indonesia yang akan memacu pada hak hak warga bernegara serta kepercayaan terhadap institusi peradilan.
Dengan demikian sikap kritis Pemuda Muslimin Indonesia kabupaten Pacitan terhadap RUU KUHAP meminta DPR RI untuk segera membatalkan rencana tersebut secara hak dan kewenangan tanpa adanya pelemahan kepada institusi tertentu sehingga akan berdampak serta langkah mundur sektor keamanan di negara indonesia ini.
Sebagai organisasi pemuda yang memiliki visi besar dalam menegakkan keadilan dan supremasi hukum, Pemuda Muslimin Indonesia harus bersuara dan mengambil sikap tegas dalam menyikapi revisi ini. Penegakan hukum yang adil hanya bisa terwujud jika ada keseimbangan kewenangan antara Kepolisian dan Kejaksaan, bukan dominasi salah satu pihak.***
Sumber : Jefri Asmoro Diyatno