Selain itu, BNPB juga telah melakukan teknologi modifikasi cuaca sebanyak 244 kali dengan jumlah garam yang disebar mencapai 341.580 kilogram. Selama dua bulan terakhir, BNPB terus melaksanakan TMC di sejumlah provinsi antara lain Riau, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Barat, Jambi, DKI Jakarta, Kalimantan Selatan, dan Sumatra Selatan.
Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyampaikan bahwa puncak El Nino masih akan bertahan hingga akhir Oktober, kemudian pada November mulai terjadi transisi dari kemarau ke musim hujan. Menurutnya, El Nino diprediksi moderat hingga akhir tahun, melemah di Februari-Maret, dan berakhir di bulan Maret.
“Namun, alhamdulillah karena adanya angin monsun dari arah Asia sudah masuk ini mulai November, jadi kita akan insyaallah mulai turun hujan di bulan November. Artinya pengaruh El Nino akan mulai tersapu oleh hujan sehingga diharapkan kemarau kering itu insyaallah berakhir secara bertahap, ada yang sebelum November tapi sebagian besar mulai November, ada yang lebih mundur lagi,” jelasnya.
Berita Lainnya
BACA JUGA : Presiden Jokowi Resmikan WHOOSH, Kereta Cepat Pertama di Indonesia dan Asia Tenggara
Dari sisi pangan, Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Harvick Hasnul Qolbi menyampaikan bahwa komoditas pangan sementara ini masih cukup baik meskipun terjadi penurunan produksi utamanya di sektor tanaman pangan yang terdampak El Nino. Untuk meningkatkan stok cadangan beras pemerintah (CBP), ia melanjutkan, pemerintah melakukan impor agar harga di pasar tetap terkendali.
“Jadi untuk menekan harga di pasar, kita coba siasati dengan membanjiri produk. Mudah-mudahan ini cukup efektif kita lakukan, bersinergi dengan kementerian/lembaga lain utamanya Kemendag (Kementerian Perdagangan), juga dengan Bapanas (Badan Pangan Nasional),” ungkapnya.